Sabtu, 28 September 2013

Hubungan Intertekstual Puisi "Wahai Pemuda Mana Telurmu?" dengan "Tentang Kemerdekaan"

Hubungan Intertekstual Puisi
Wahai Pemuda Mana Telurmu? karya Sutardji Calzoum Bachri
dengan
Tentang Kemerdekaan karya Soe Hok Gie

Wahai Pemuda Mana Telurmu?
Karya: Sutardji Calzoum Bachri

Apa gunanya merdeka
Kalau tak bertelur
Apa gunanya bebas
Kalau tak menetas?

Wahai bangsaku
Wahai pemuda
Mana telurmu?

Burung jika tak bertelur
Tak menetas
Sia-sia saja terbang bebas

Kepompong menetaskan
kupu-kupu,
Kuntum membawa bunga
Putik jadi buah
Buah menyimpan biji
Menyimpan mimpi
Menyimpan pohon
dan bunga-bunga

Uap terbang menetas awan
Mimpi jadi, sungai pun jadi,
Menetas jadi,
Hakekat lautan

Setelah kupikir-pikir
Manusia ternyata burung berpikir

Setelah kurenung-renung
Manusia adalah burung merenung

Setelah bertafakur
Tahulah aku
Manusia harus bertelur

Burung membuahkan telur
Telur menjadi burung
Ayah menciptakan anak
Anak melahirkan ayah

Wahai para pemuda
Wahai garuda
Menetaslah
Lahirkan lagi
Bapak bagi bangsa ini!
Menetaslah
Seperti dulu
Para pemuda
Bertelur emas

Menetas kau
Dalam sumpah mereka



Tentang Kemerdekaan
Karya: Soe Hok Gie

Kita semua adalah orang yang berjalan dalam barisan
Yang tak pernah berakhir,
Kebetulan kau baris di muka dan aku di tengah
Dan adik-adikku di belakang
Tapi satu tugas kita semua,
Menanamkan benih-benih kejantanan yang telah kau rintis
Kita semua adalah alat dari arus sejarah yang besar
Kita adalah alat dari derap kemajuan semua
Dan dalam berjuang kemerdekaan begitu mesra berdegup
Seperti juga perjalanan di sisi penjara
Kemerdekaan bukanlah soal orang-orang yang iseng dan pembosan
Kemerdekaan adalah keberanian untuk berjuang
Dalam derapnya, dalam desasnya, dalam raungnya kita
Adalah manusia merdeka
Dalam matinya kita semua adalah
Manusia terbebas.


      Jelas dapat kita lihat sebuah persamaan gagasan dalam puisi “Wahai Pemuda Mana Telurmu?” karya Sutardji Calzoum Bachri dengan puisi “Tentang Kemerdekaan” karya Soe Hok Gie, yaitu menjelaskan tentang hakikat sebenarnya dari kemerdekaan bagi sebuah bangsa. Akan tetapi, Sutardji Calzoum Bachri menguraikan gagasannya tersebut dengan bentuk penafsiran yang lebih rumit dibandingkan dengan Soe Hok Gie.
      Lebih jauh lagi, dalam puisi “Wahai Pemuda Mana Telurmu?” mengandung penjelasan tentang hakikat bagaimana mempertahankan arti kemerdekaan, sedang dalam puisi “Tentang Kemerdekaan” menjelaskan tentang hakikat bagaimana perjuangan para pahlawan merebut kemerdekaan. Hal ini terjadi karena kedua puisi tersebut ditulis dalam zaman yang berbeda. Soe Hok Gie menulisnya pada saat-saat awal kemerdekaan Indonesia, sedangkan Sutardji C. Bachri munulis puisinya saat Indonesia telah lama merdeka. Jadi, dapat kita ketahui bahwa puisi Sutardji C. Bachri ini terkesan melanjutkan puisi dari Soe Hok Gie.
      Pada puisi karya Soe Hok Gie, “Tentang Kemerdekaan”. Pada puisi tersebut kemerdekaan terwujud melalui sebuah perjuangan para pahlawan, seperti pada kutipan puisi berikut, /Dan dalam berjuang kemerdekaan begitu mesra berdegup/.
      Pada perjalanan suatu bangsa, seiring dengan perubahan waktu, hakikat kemerdekaan pun berubah sedikit demi sedikit. Merdeka zaman sekarang bukan hanya sekedar bagaimana meraih kebebasan, namun bagaimana cara mempertahankan kebebasan tersebut, seperti pada potongan bait ini /apa gunanya merdeka/, /kalau tak bertelur?/. Maksudnya, jika kita hanya menikmati kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh para pejuang dahulu, tanpa ada rasa ingin untuk “meregenerasi” para pejuang Indonesia, dengan cara menghasilkan karya-karya yang membuat nama bangsa Indonesia semakin harum, dan semakin berpengaruh di mata dunia, apalah arti kemerdekaan.         
      Regenerasi para pejuang sebenarnya telah dibahas oleh Soe Hok Gie, namun ‘regenerasi’ tersebut sedikit berbeda caranya seperti yang diungkapkan Sutardji C. Bachri, walaupun pada intinya memiliki kesamaan gagasan (mempertahankan kemerdekaan). Pada bait ke-5 dan ke-6, /tapi satu tugas kita semua/ /menanamkan benih-benih kejantanan yang telah kau rintis/. Menurutnya, kita (sebagai orang tua) harus menanamkan semangat pantang putus asa dan keberanian seperti para pejuang dalam merebut kemerdekaan, dan tentunya keberanian ini bukan untuk kembali menyulut peperangan, melainkan untuk mempertahankan kemerdekaan.   
      Pada puisi “Tentang Kemerdekaan” baris ke-15 dan ke-16, /dalam matinya kita semua adalah/, /manusia bebas/. Dapat diartikan bahwa kemerdekaan adalah sebuah kebebasan yang didapat dari sebuah perjuangan para pejuang hingga titik darah penghabisan. Kemudian dilanjutkan oleh Sutardji C. Bachri pada puisi “Wahai Pemuda Mana Telurmu?” pada bait pertama /apa gunanya bebas/, /kalau tak menetas?/. Kebebasan adalah tujuan utama dari kemerdekaan, namun jika tidak bisa mempertahankan kebebasan tersebut, kita masih belum bisa disebut merdeka.
      Selanjutnya, dalam puisi “Tentang Kemerdekaan”, pada baris ke-7 /kita semua adalah alat dari arus sejarah yang besar/. Maksudnya, dalam mencapai dan mempertahankan sebuah kemerdekaan, yang berperan di dalamnya adalah semua orang, baik orang tua, muda, laki-laki, perempuan, maupun generasi yang akan datang. Generasi yang akan datang tersebut kemudian diperjelas Sutardji C. Bachri pada bait ke-2, /wahai pemuda/ /mana telurmu?/, yaitu pemuda yang harusnya ‘bertelur’ atau memberikan kontribusi positif pada negaranya agar kemerdekaan masih bisa disebut kemerdekaan bagi semua bangsa Indonesia.
      Pada puisi “Wahai Pemuda Mana Telurmu?” sebenarnya Sutardji C. Bachri memiliki harapan tentang ‘telur’ yang ia bahas dalam puisinya. Harapan itu adalah agar terlahir kembalinya sosok seperti ‘telur emas’ dulu, yaitu seperti yang diungkapkan oleh Soe Hok Gie, sosok yang yang mewarisi semangat perjuangan, pantang putus asa, dan keberanian untuk membuat Indonesia sekarang benar-benar merdeka. Harapan Sutardji C. Bachri ini terlihat pada bait berikut: /menetaslah/ /seperti dulu/ /para pemuda / /bertelur emas/.
      Jadi, dapat ditarik kesimpulan kedua puisi ini memiliki gagasan yang sama yaitu tentang hakikat sebenarnya kemerdekaan dan cara bagaimana mempertahankan kemerdekaan agar Indonesia tetap dipandang di mata dunia.
            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar