Selasa, 23 Oktober 2012

Pagi


Pagi biasa, tak berbeda
Embun masih melayang
Angin masih dingin
Daun masih hijau menetes
Aku pun masih terdiam terlelap
Di kehampaan mimpi tersesat

Aku masih di pagi
Menanti mentari nanti menyapa
Ya, aku masih di pagi
Aku masih terpaku
Menatap di teras kejauhan rindu
Sambil mengangkat pilu panas secangkir
Ku tiup sehembus demi sehembus
Hingga hilang panasnya
Hingga terasa hangatnya
Hingga mampu ku hirup
Sehirup demi sehirup pilu itu ku minum
Rasanya manis
Tidak pahit seperti yang ku duga
Ku nikmati secangkir pilu itu

Tak tersadar tetes air mata menyapa
“Kamu menikmatinya?”
Aku bilang
“Ya, bahkan jika ada satu cangkir lagi, akan ku habiskan semua”
Dan air mata itu pergi
Merasa tak berguna katanya
Haha, aku tak perlu tangis
Ini hanyalah secangkir pilu manis
Di pagi

Palangkaraya, 16 Oktober 2012
Gema ds

Senin, 15 Oktober 2012

Sesak


Sesak napas seperti dilempar ke langit
Suara tak lagi terdengar bahkan tersayup sedikit, hampa
Karena semakin terhimpit pilu menyesak
Bintang rembulan berubah hitam
Dan aku tersesak
Tenggelam dalam lembut kehampaan

Cinta berkobar berubah redup mengerut
Sang mentari hilang dalam senyumku sendiri
Senyum yang karena habis sudah air mata
Senyum yang karena dukaku menari riang di kepala
Berputar-putar mengikat cinta yang sebenarnya sekedar rindu

Dalam renungku selalu mengingat kamu
Di saat sebelum sutra hitam itu melilit tubuhmu
Inginnya semua kembali
Melegakan semua sesak yang semakin menyesak ini

Apa katamu?
Melegakan semua sesak?
Menghilangkan semua sesak?
Aku di sini tenggelam
Aku di sini akan mati
Sedang kamu sibuk sendiri mengikat hitam sutra itu
Tak ada di dunia ini yang bisa menawar racun ini
Kecuali racun itu sendiri
Dan racun itu adalah kamu

Palangkaraya, 11 - 10 - 2012
Gema ds