Seperti biasa, dan gue yang
emang biasa-biasa aja ini akan menulis. Menulis, sebenarnya gue sama sekali gak
suka menulis, tapi justru karena gue gak suka nulis saya mencoba untuk menulis.
Pada hakikatnya (ceileh), menyelami sesuatu yang gak kita suka itu adalah
kegiatan yang salah, karena apapun itu, kalo kita gak menyukainya kita akan
melakukannya hanya sebatas kemampuan kita.
Beda kalo kita suka, jika kita udah
sampai pada batas kemampuan kita, kita akan terus berjuang untuk menyingkirkan
batas itu ke posisi yang lebih jauh, hingga akhirnya tak ada lagi batas.
Kembali lagi, semua itu hanya bisa kita lakukan jika kita menyukainya. Jadi,
dengan gue menulis, berarti gue melakukan hal yang salah? Belum tentu, kan ada
pepatah yang berbunyi “karena sering bertemu maka timbul lah cinta” ya,
kira-kira bunyinya begitu, moga aja benar. Jadi, dengan gue menulis dan bikin
blog, gue berharap akhirnya bisa menyintai dunia sastra, inilah tujuan
sebenarnya mengapa gue membuat blog.
Entah mengapa, takdir justru
memasukkan gue ke dalam dunia sastra dan bahasa. Dulu, bahkan beberapa jam
sebelum gue mendaftar kuliah secara online di warnet, iya gue ngedaftar di
warnet, sambil main game online bahkan, waktu masih gila-gilanya main game, Atlantica namanya, hehe. Waktu itu gak
ada pikiran sama sekali untuk mengambil jurusan ini. Yang gue pikirin hanya
jurusan geografi di Unlam, lantas? Mengapa gue malah “nyemplung” di sastra dan
bahasa?? Inilah bodohnya saya waktu itu. Pada formulir pendaftaran, gue justru
memilih Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pada opsi pertama, dan Geografi
di opsi ke dua. Salah letak itu terjadi karena gue kira universitas tempat kita
melakukan tes masuk perguruan tinggi harus diletakkan di opsi pertama, jadi gue
letakkan Universiatas Palangkaraya di opsi pertama, entah dari setan mana yang
membuat pola pikir saya seperti ini. Dan saya ambil jurusan PBSI hanya karena
ada seninya, itu aja. Setelah semua proses pendaftaran selesai, tentunya saya
fokus belajar untuk geografi, gak peduli dengan jurusan lain.
Gue akhirnya sadar saat
diberitahu teman saya bahwa opsi pertama adalah jurusan yang akan diambil, dan
opsi kedua adalah jurusan yang diambil jika opsi pertama gagal, dan gak ada
pengaruhnya dengan universitas tempat saya tes. Nah di sinilah timbul kegalauan
yang luar biasa, dan setelah berpikir dengan terpaksa dan terdesak akhirnya
sampai pada satu kesimpulan, saya pasti masuk PBSI. Logikanya gini, Unlam
dengan Unpar ratingnya tinggi Unlam, jika saya sengaja bikin gak lulus di Unpar
agar masuk di Geografi Unlam, kan gak mungkin. Yang ada malah gak lulus
dua-duanya. Masih gak ngeh? Gimana ya?? Hmm.. gini aja, missal ada dua
pertanyaan, yang pertama soalnya apa ibukota Indonesia, trus yang kedua soalnya
apa ibukota dari Uzbekistan, nah jika soal yg pertama aja gak tau jawabannya,
apalagi soal yang kedua. Apa..!!?? masih belum ngerti?? Ya udahlah, makan dulu
sana.
Dari tadi gue blum ngasih tau
kan opsi ke tiga gue milih apaan? Hmmm, ya opsi ketiga emang gak ada
pengaruhnya terhadap keberadaan gue di PBSI, jadi gak jadi gak gue ceritain.
Tapi, sekedar informasi, opsi ketiga adalah pilihan paling absurd dalam hidup
gue, yaitu jurusan Kedokteran di UGM. Oke..!!! yang mau ketawa ngakak sambil
ngebacok orang disekitar elo silakan..!!!
Singkat cerita, tepat seperti prediksi
gue, gue nyemplung di PBSI, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Kesan
pertama, lumayanlah, ospeknya menyenangkan, gak ribet, dan keadaan itu bisa
terjadi karena waktu itu terjadi konflik antara FKIP dengan Fakultas Teknik.
Konfliknya apaan? Gue gak mau ngejelasinnya, karena ibaratnya gue akan mengoyak
kembali luka yang sudah lama mengering, hehe puitis banget ya gue, gak apa-apa
lah sekalian belajar, gue kan di prodi sastra dan bahasa.
Oke lanjut, masalah ospek lewat.
Dan selanjutanya adalah keakraban. Inilah puncak prosesi dari penerimaan
mahasiswa baru. Tapi yang gue bingung ampe sekarang kenapa harus ada
siram-siraman pake air keramat dengan campuran zat-zat kimia beracun seperti
telur busuk, terasi, dan bahan-bahan lain yang membuat lalat-lalat disekitar
secara refleks membuat karnaval dadakan di sekitar air keramat tersebut.
Katanya sih untuk bikin sesuatu yang gak pernah terlupakan selama hidup dan gak
ada yang kayak gini di prodi lain. Ya, apapun itu yang penting gak terlupakan
(think again).
Masih pada masalah keakraban,
gue gak menentang kok masalah siram-siraman tadi, tapi yang gue pertanyakan
adalah begini, apakah tidak membuat mahasiswa baru merubah pandangan mereka
untuk keakraban selanjutnya sebagai ajang balas dendam? Hingga tujuan mereka
mengadakan keakraban tahun selanjutnya bukan untuk mengakrabkan diri, tapi
untuk balas dendam. Tapi apapun itu, gue harap keakraban tetap menjadi
keakraban, dan siram-siraman tetap menjadi tradisi unik di PBSI, walau ya gak
gitu juga kali.. hehehe. (maaf, bagi yang gak ngerti tulisan gue harap gak usah
sok mikir).
Keakraban selesai, setelah itu
gue bersama angkatan 2011 yang lainnya malah disuruh bikin paduan suara buat
ntar penyulahan. Kalimat pertama yang terucap adalah “apa lagi??” masa gue
harus nyanyi sambil menyuluh? Kan bego. Tapi namanya juga orang yang gak
ngerti, dan sok ngerti, makanya timbul penafsiran salah kayak tadi. Intinya
gue……. Ahhh males dah gue ngelanjutin, biar aja ni tulisan jadinya gak jelas.
Kapan-kapan akan gue certain masalah penyuluhan, klo gak malas.
“keep dreaming and fighting”
Gema ds
Huahaha tulisannya ok juga lanjutkan.....
BalasHapusbcalah tulisan lain, ka.. yg lebih bermanfaat.. haha
Hapus