Jumat, 14 Desember 2012

Bingung Ngasih Judul Apa


Seperti biasa, dan gue yang emang biasa-biasa aja ini akan menulis. Menulis, sebenarnya gue sama sekali gak suka menulis, tapi justru karena gue gak suka nulis saya mencoba untuk menulis. Pada hakikatnya (ceileh), menyelami sesuatu yang gak kita suka itu adalah kegiatan yang salah, karena apapun itu, kalo kita gak menyukainya kita akan melakukannya hanya sebatas kemampuan kita.
Beda kalo kita suka, jika kita udah sampai pada batas kemampuan kita, kita akan terus berjuang untuk menyingkirkan batas itu ke posisi yang lebih jauh, hingga akhirnya tak ada lagi batas. Kembali lagi, semua itu hanya bisa kita lakukan jika kita menyukainya. Jadi, dengan gue menulis, berarti gue melakukan hal yang salah? Belum tentu, kan ada pepatah yang berbunyi “karena sering bertemu maka timbul lah cinta” ya, kira-kira bunyinya begitu, moga aja benar. Jadi, dengan gue menulis dan bikin blog, gue berharap akhirnya bisa menyintai dunia sastra, inilah tujuan sebenarnya mengapa gue membuat blog.
Entah mengapa, takdir justru memasukkan gue ke dalam dunia sastra dan bahasa. Dulu, bahkan beberapa jam sebelum gue mendaftar kuliah secara online di warnet, iya gue ngedaftar di warnet, sambil main game online bahkan, waktu masih gila-gilanya main game, Atlantica namanya, hehe. Waktu itu gak ada pikiran sama sekali untuk mengambil jurusan ini. Yang gue pikirin hanya jurusan geografi di Unlam, lantas? Mengapa gue malah “nyemplung” di sastra dan bahasa?? Inilah bodohnya saya waktu itu. Pada formulir pendaftaran, gue justru memilih Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pada opsi pertama, dan Geografi di opsi ke dua. Salah letak itu terjadi karena gue kira universitas tempat kita melakukan tes masuk perguruan tinggi harus diletakkan di opsi pertama, jadi gue letakkan Universiatas Palangkaraya di opsi pertama, entah dari setan mana yang membuat pola pikir saya seperti ini. Dan saya ambil jurusan PBSI hanya karena ada seninya, itu aja. Setelah semua proses pendaftaran selesai, tentunya saya fokus belajar untuk geografi, gak peduli dengan jurusan lain.
Gue akhirnya sadar saat diberitahu teman saya bahwa opsi pertama adalah jurusan yang akan diambil, dan opsi kedua adalah jurusan yang diambil jika opsi pertama gagal, dan gak ada pengaruhnya dengan universitas tempat saya tes. Nah di sinilah timbul kegalauan yang luar biasa, dan setelah berpikir dengan terpaksa dan terdesak akhirnya sampai pada satu kesimpulan, saya pasti masuk PBSI. Logikanya gini, Unlam dengan Unpar ratingnya tinggi Unlam, jika saya sengaja bikin gak lulus di Unpar agar masuk di Geografi Unlam, kan gak mungkin. Yang ada malah gak lulus dua-duanya. Masih gak ngeh? Gimana ya?? Hmm.. gini aja, missal ada dua pertanyaan, yang pertama soalnya apa ibukota Indonesia, trus yang kedua soalnya apa ibukota dari Uzbekistan, nah jika soal yg pertama aja gak tau jawabannya, apalagi soal yang kedua. Apa..!!?? masih belum ngerti?? Ya udahlah, makan dulu sana.
Dari tadi gue blum ngasih tau kan opsi ke tiga gue milih apaan? Hmmm, ya opsi ketiga emang gak ada pengaruhnya terhadap keberadaan gue di PBSI, jadi gak jadi gak gue ceritain. Tapi, sekedar informasi, opsi ketiga adalah pilihan paling absurd dalam hidup gue, yaitu jurusan Kedokteran di UGM. Oke..!!! yang mau ketawa ngakak sambil ngebacok orang disekitar elo silakan..!!!
Singkat cerita, tepat seperti prediksi gue, gue nyemplung di PBSI, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Kesan pertama, lumayanlah, ospeknya menyenangkan, gak ribet, dan keadaan itu bisa terjadi karena waktu itu terjadi konflik antara FKIP dengan Fakultas Teknik. Konfliknya apaan? Gue gak mau ngejelasinnya, karena ibaratnya gue akan mengoyak kembali luka yang sudah lama mengering, hehe puitis banget ya gue, gak apa-apa lah sekalian belajar, gue kan di prodi sastra dan bahasa.
Oke lanjut, masalah ospek lewat. Dan selanjutanya adalah keakraban. Inilah puncak prosesi dari penerimaan mahasiswa baru. Tapi yang gue bingung ampe sekarang kenapa harus ada siram-siraman pake air keramat dengan campuran zat-zat kimia beracun seperti telur busuk, terasi, dan bahan-bahan lain yang membuat lalat-lalat disekitar secara refleks membuat karnaval dadakan di sekitar air keramat tersebut. Katanya sih untuk bikin sesuatu yang gak pernah terlupakan selama hidup dan gak ada yang kayak gini di prodi lain. Ya, apapun itu yang penting gak terlupakan (think again).
Masih pada masalah keakraban, gue gak menentang kok masalah siram-siraman tadi, tapi yang gue pertanyakan adalah begini, apakah tidak membuat mahasiswa baru merubah pandangan mereka untuk keakraban selanjutnya sebagai ajang balas dendam? Hingga tujuan mereka mengadakan keakraban tahun selanjutnya bukan untuk mengakrabkan diri, tapi untuk balas dendam. Tapi apapun itu, gue harap keakraban tetap menjadi keakraban, dan siram-siraman tetap menjadi tradisi unik di PBSI, walau ya gak gitu juga kali.. hehehe. (maaf, bagi yang gak ngerti tulisan gue harap gak usah sok mikir).
Keakraban selesai, setelah itu gue bersama angkatan 2011 yang lainnya malah disuruh bikin paduan suara buat ntar penyulahan. Kalimat pertama yang terucap adalah “apa lagi??” masa gue harus nyanyi sambil menyuluh? Kan bego. Tapi namanya juga orang yang gak ngerti, dan sok ngerti, makanya timbul penafsiran salah kayak tadi. Intinya gue……. Ahhh males dah gue ngelanjutin, biar aja ni tulisan jadinya gak jelas. Kapan-kapan akan gue certain masalah penyuluhan, klo gak malas.
“keep dreaming and fighting”
Gema ds





2 komentar:

  1. Huahaha tulisannya ok juga lanjutkan.....

    BalasHapus
    Balasan
    1. bcalah tulisan lain, ka.. yg lebih bermanfaat.. haha

      Hapus